Selasa, 17 Februari 2015

MENJUNGKIR BALIK LOGIKA NIKAH



"Modal saya menikah hanya bismillah," begitulah jawaban yang terlontar dari lisan Arif ketika ditanya persiapannya untuk menikah. Arif memang orang unik, ia sebetulnya ingin menikah ketika masih duduk di bangku SMA. Namun, keinginannya menikah itu baru terwujud ketika ia kuliah semester tiga, saat usianya dua puluh tahun.

Ketika menikah, ia belum memiliki pekerjaan tetap. Tapi ia selalu yakin bahwa Allah pasti akan membuka pintu rezeki baginya. Ketika mantap memutuskan untuk menikah, ia hanya berencana akan menulis beberapa buku, yang royaltinya akan ia gunakan sebagai bekal perjalanan hidupnya setelah menikah.

Ia menikah tanpa pacaran. Ia ingin menikah hanya karena Allah, tidak penting siapa calon istrinya. Yang penting ia muslimah yang teguh agamanya. Maka ketika ia mengkhitbah calon istri dan ditanyai oleh calon mertua tentang banyak hal, ia hanya menjawab dengan tegas, "Urusan saya adalah menikah secepatnya karena Allah. Kalau tidak dengan anak bapak, sepulang dari sini, dan di jalan ada akhwat yang mau menikah dengan saya, saya akan segera menikah dengannya. Karena kata ustaz saya, jika keinginan menikah sudah muncul dalam diri saya, maka saya harus segera menikah dan tidak boleh menundanya."

Dengan berkata seperti itu, akhirnya calon mertuanya mantap menyerahkan putrinya kepada Arif. Kata mertuanya, Arif termasuk makhluk langka, dan orang langka seperti dia patut dilestarikan.

Saat memutuskan untuk menikah, sebenarnya ia tidak punya modal finansial yang boleh dibilang cukup. Untuk modal nikah saja, ia harus berhutang. Saat itu ia dapat modal menikah sebesar 12juta. Awalnya ia berencana usai pernikahan nanti ia akan mengangsur utangnya itu kira-kira dalam tempo dua tahun, baru lunas. Namun, atas kehendak Allah, ia ternyata bisa melunasi utangnya hanya dalam tempo dua bulan. Karena setelah menikah, buku pertamanya yang berjudul Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan meledak di pasaran.

"Saya yakin," kata Arif, "siapapun yang menikah karena Allah dengan modal bismillah, Allah pasti akan memudahkan segala urusannya. Alhamdulillah, saya merasakan semua kebenaran janji Allah itu,"

Ya. Arif. Nama lengkapnya Arif Nur Salim. Nama pena-nya Salim A. Fillah

(buku "Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk - Ahmad Rifa'i Rif'an")


Senin, 16 Februari 2015

TUHAN, HARAP MAKLUMI KAMI



"Tuhan, harap maklumi kami, manusia-manusia yang begitu banyak kegiatan. Kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat sulit menyempatkan waktu untuk-Mu.

Tuhan, harap maklumi kami, hamba-hamba-Mu yang begitu padat rutinitas, sehingga kami sangat kesulitan mengatur jadwal untuk menghadap-Mu.

Tuhan, kami sangat sibuk, jangankan berjamaah, bahkan munfarid pun kami tunda-tunda. Jangankan rawatib, zikir, berdoa, tahajjud, bahkan kewajiban-Mu yag lima waktu saja sudah sangat memberatkan kami. Jangankan puasa Senin-Kamis, jangankan ayyaamul baith, jangankan puasa nabi Daud, bahkan puasa Ramadhan saja kami sering mengeluh.

Tuhan, maafkan kami, kebutuhan kami di dunia ini masih sangatlah banyak, sehingga kami sangat kesulitan menyisihkan sebagian harta untuk bekal kami di alam abadi-Mu. Jangankan sedekah, jangankan jariah, bahkan mengeluarkan zakat yang wajib saja sering kali terlupa.

Tuhan, maafkan kami, kekayaan kami belumlah seberapa, kami masih perlu banyak menabung, sehingga kami tidak bisa menyisihkan sebagian rezeki dari-Mu untuk memperjuangkan agama-Mu.

Tuhan, maafkan kami, kami tak sempat bersyukur. Jiwa kami begitu rakus. Kami tak kunjung puas dengan nikmat-Mu, sehingga kami kesulitan mencari-cari mana karunia-Mu yang layak kami syukuri.

Tuhan, maaf, kami orang-orang sibuk. Bahkan kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang dapat menjauhkan kami dari neraka-Mu. Kami hampir tak ada waktu untuk mencari bekal menuju surga-Mu.

Tuhan, urusan-urusan dunia kami masih amatlah banyak. Jadwal kami masih amatlah padat. Kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk mencari bekal menghadap-Mu. Kami masih belum bisa meluangkan waktu untuk khusyuk dalam rukuk, menyungkur sujud, menangis, mengiba, berdoa, dan mendekatkan jiwa sedekat mungkin dengan-Mu. Tuhan, tolong, jangan dulu Engkau menyuruh Izrail untuk mengambil nyawa kami, karena kami terlalu sibuk.

Tuhan, maaf, kami terlalu sibuk. Padahal Engkau memerintahkan kami berwudhu untuk membasuh wajah kami yang telah penat memikirkan dunia. Padahal Engkau meminta kami bertakbir ketika jiwa kami terasa letih menggapai cita. Padahal Engkau perintahkan kami bersujud untuk meregangkan pundak kami yang telah letih memikul amanah.

Tuhan, maaf, selama ini kamu terlalu sibuk. Kami terlalu sombong kepada-Mu, seolah kami tak membutuhkan-Mu. Mohon cahayai hati kami, guyur jiwa kami dengan hidayah-Mu. Agar jiwa ini tawadhu' di hadapan-Mu. Agar diri ini tegar disaat yang lain terlempar. Agar jiwa ini teguh disaat yang lain runtuh.

Tuhan, maaf, selama ini kami merasa SOK sibuk. Padahal Engkaulah Yang Mahasibuk. Kami sering kali telat menghadap-Mu, padahal Engkau tak pernah sekalipun telat memberi kami makan dan minum setiap hari. Kami sering kali lupa menunaikan kewajibanku kepada-Mu, padahal Engkau tak pernah lupa menerbitkan mentari di pagi hari. Kami sering kali lalai mengingat-Mu, padahal Engkau tak pernah sekalipun lalai menggilirkan siang dan malam. Setiap saat keburukan kami naik disampaikan para malaikat pada-Mu, sementara kebaikan-Mu setiap detik tercurah kepada kami." (TUHAN, MAAF, KAMI SEDANG SIBUK - Ahmad Rifa'i Rif'an )


Selasa, 03 Februari 2015

Penantian Panjang


Berdiri tepat ditengah gelap, tanpamu
sepi, hambar, dan semu
Gemuruh hujan mengguyur kalbu, tanpamu
Jemari terasa kaku, hatipun layu

Sesekali kududuk di bawah pohon yang rindang
Menunggu, menunggu, dan menunggu
Menanti hadirnya sang kekasih
Meski hanya berteman mendung yang begitu giatnya merintikkan deras

Dua kali kutetap setia pada penantian
Menunggu, menunggu, dan hanya menunggu
Secangkir kerinduan tak luput dari pandanganku
Nikmat disedu selagi hangat

Kali ketiga ku masih duduk pada tempat yang sama
Menunggu, menunggu, dan terus menunggu
Walau sang pohon sudah hampir lelah
Satu per satu daunpun gugur

Penat mulai nampak pada raut
Rambutkupun mulai memutih
Tetes kesedihan tak dapat disembunyikan
Hingga air mataku mengering

Kekasihku,
Langkahku takkan beranjak kemana
Hingga kau hadir, mendekap dengan penuh rasa