Tak kutemui siapapun dalam cermin
kecuali sepasang mata yang menyerupai buku-buku
perpustakaan bertahun-tahun tak disentuh
atau pada jaring ikan yang menceraikan diri dari nelayan.
Tak ada yang paling tabah
perihal sepasang telinga yang menyaksikan ucapan
selamat tinggal atau sketsa karikatur paling rapuh
membentuk awan-awan sore yang menjadikan bumi basah.
Aku ingin secangkir kopi dengan sepah paling pahit.
Ah, tidak.
Aku butuh dua cangkir lagi.
Puisi belum rampung.
Jika Sapardi mengatakan bahwa
puisi itu shaman,
maka sajak-sajak patah adalah
mantra perayaan paling kalut.
Andai cuaca hari ini cerah
kan kuletakkan kau diantara pemakaman
kota yang takkan pernah kuziarahi.
Kan kutinggalkan kau disana bersama
puisi paling puitis yang pernah
terjamah jemari seorang kekasih.
Hingga tak lagi kutemukan
dirimu dimana-mana
juga aku dan puisi.
Bonny M. Cahyani
Surabaya, 5 Februari 2017