Rabu, 03 Juli 2019

JANGAN DATANG


Seseorang menemuiku ketika berjalan 
di balkon, warung kaki lima, kelas matematika, 
bahkan dibalik selimut yang menyisakan 
ingatan masa kanak-kanak.

Kau tangguh; atau barangkali aku yang lemah.
Aku melihat duri menancap keras menembus jantung.
Sakit, sesak, dan berdarah. Ah, itu hal biasa. 

Seseorang harus bersiap basah 
ketika musim hujan mengambil alih 
langit yang tidak lagi mampu menahan
perasaan yang tumbuh di dada manusia.

Malam terlihat menawan dengan hiasan 
lampion yang terpasang di sudut 
kota yang hanya menawarkan kesedihan dan luka.

Seharusnya hujan mampu membersihkan 
debu menebal di jalanan yang menyimpan 
jejak-jejak kaki seseorang yang pernah datang 
membagi bahagia dan rasa sakit yang ingin disembuhkan.

Jangan datang meski hanya sosok 
bayangan yang tak terengkuh; atau sekadar menawarkan
kopi yang takkan pernah terteguk.


Bonny M. Cahyani
Surabaya, 03 Juli 2019

Minggu, 05 Februari 2017

MANTRA PALING KALUT

Tak kutemui siapapun dalam cermin 
kecuali sepasang mata yang menyerupai buku-buku
perpustakaan bertahun-tahun tak disentuh 
atau pada jaring ikan yang menceraikan diri dari nelayan.

Tak ada yang paling tabah 
perihal sepasang telinga yang menyaksikan ucapan 
selamat tinggal atau sketsa karikatur paling rapuh
membentuk awan-awan sore yang menjadikan bumi basah. 

Aku ingin secangkir kopi dengan sepah paling pahit. 
Ah, tidak. 
Aku butuh dua cangkir lagi. 
Puisi belum rampung. 

Jika Sapardi mengatakan bahwa 
puisi itu shaman,
maka sajak-sajak patah adalah 
mantra perayaan paling kalut.

Andai cuaca hari ini cerah
kan kuletakkan kau diantara pemakaman 
kota yang takkan pernah kuziarahi. 
Kan kutinggalkan kau disana bersama 
puisi paling puitis yang pernah 
terjamah jemari seorang kekasih.
Hingga tak lagi kutemukan 
dirimu dimana-mana
juga aku dan puisi.



Bonny M. Cahyani
Surabaya, 5 Februari 2017

Minggu, 01 Januari 2017

TENTANG KEKASIH

Jalanan basah dengan aroma petrichor
Bercampur dengan aroma green
yang melekat begitu pekat

Aroma tubuhmu tak pernah lepas
dari anak-anak angin yang terhempas
Bahkan tiap orang lebih mudah meninggalkan
dibanding tinggal dalam pelukan

Aku memasukkan diriku kedalam 
musik yang biasa kau putar
Memerankan tokoh utama
dengan sayap-sayap yang patah

Aku memaksa masuk kedalam ingatan
Membakar habis seluruh tubuhku

Barangkali hidup adalah tentang 
bagaimana melepaskan
dan menghapus ingatan
Seperti kata yang tertulis disecarik kertas
Kemudian kau bakar habis
hingga tak berbekas

Paling tidak aku bersyukur
ketika semesta menghadirkanmu
diantara sajak-sajak patah hati

Paling tidak
kita pernah saling
memiliki, meski sekali

Semoga puisi menjadi mesin waktu
antara kamu dan masalalu
Semoga


Bonny M. Cahyani
Surabaya, 1 Januari 2017